Artikel

Kurang Bersosialisasi : Faktor Risiko Demensia


Sosialisasi adalah proses ketika seseorang berinteraksi dan menjalin hubungan dengan orang lain, baik melalui obrolan sehari-hari maupun ikut dalam kegiatan komunitas. Melalui sosialisasi, kita belajar bekerja sama, berkomunikasi, dan berperan dalam kehidupan sosial.

Namun, tidak semua orang punya kesempatan yang cukup untuk bersosialisasi. Ada yang hidup sendiri, jarang bertemu teman atau keluarga, atau tidak aktif di lingkungan sekitar. Hal ini bisa terjadi karena usia lanjut, kondisi kesehatan, atau keterbatasan sosial. Jika terus dibiarkan, kesepian atau isolasi seperti ini bisa berdampak buruk pada kesehatan mental dan fungsi otak.

Kurangnya interaksi sosial secara rutin telah dikaitkan dengan meningkatnya risiko demensia. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang jarang bersosialisasi cenderung mengalami penurunan volume otak, terutama di bagian yang mengatur kemampuan berpikir dan belajar. Area inilah yang biasanya pertama kali terkena dampak penyakit Alzheimer—jenis demensia yang paling sering terjadi.

Salah satu gejala umum demensia adalah sering lupa, terutama terhadap informasi baru. Penderita demensia biasanya lebih mudah mengingat masa lalu daripada kejadian terkini. Dengan berinteraksi secara rutin, otak akan tetap aktif, sehingga membantu menjaga daya ingat dan konsentrasi.

Kurangnya sosialisasi juga bisa menyebabkan menurunnya hubungan antar sel otak, yang mempercepat kerusakan otak. Sebaliknya, hubungan sosial yang baik dapat memperkuat jaringan otak dan meningkatkan cadangan kognitif, yaitu kemampuan otak untuk tetap bekerja walaupun mulai mengalami penurunan.

Untuk mengurangi risiko demensia akibat kurangnya interaksi sosial, beberapa langkah dapat dilakukan, antara lain:

  • Menjaga hubungan sosial: Sering bertemu dengan teman dan keluarga, baik secara langsung atau melalui panggilan telepon
  • Menggunakan teknologi: Memanfaatkan media sosial, aplikasi pesan, atau forum online untuk menjaga komunikasi, terutama bagi mereka yang tinggal sendiri.
  • Bergabung dengan kelompok sosial: Mengikuti klub hobi, kelompok keagamaan, atau komunitas di lingkungan sekitar.
  • Mengikuti kegiatan edukasi: Menghadiri seminar, kelas, atau kelompok diskusi dapat memberikan stimulasi kognitif sekaligus kesempatan untuk berinteraksi dengan orang lain.
  • Menjadi relawan: Berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan untuk membangun koneksi dan memberikan kontribusi yang bermakna.

Selain menjaga interaksi sosial, penting juga menerapkan gaya hidup sehat. Mulailah dengan rutin berolahraga, mengelola stres dengan baik, tidur cukup, dan mengonsumsi makanan bergizi. Kombinasi antara kebiasaan sehat dan kehidupan sosial yang aktif dapat membantu menjaga fungsi otak serta menurunkan risiko terkena demensia di masa depan.

Referensi:

https://www.alzheimersresearchuk.org/news/social-isolation-linked-to-lower-brain-volume-and-higher-dementia-risk/

https://www.hopkinsmedicine.org/news/newsroom/news-releases/2023/01/new-studies-suggest-social-isolation-is-a-risk-factor-for-dementia-in-older-adults-point-to-ways-to-reduce-risk

https://www.alzheimers.org.uk/about-dementia/managing-the-risk-of-dementia/reduce-your-risk-of-dementia/social-isolation

https://alzheimersprevention.org/the-power-of-socialization/

https://www.nature.com/articles/s43587-023-00387-0

Penulis: Neha Ninad Shinde, Semester 7 Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

2 April 2025