Artikel

Tantangan yang mungkin terjadi saat menyampaikan informasi terkait COVID-19 kepada lansia


Penulis        : Virginia Geraldine Hanny Prasetya, S.Psi

Editor         : dr. Tara Puspitarini Sani, MSc (Dementia)

Seiring perkembangan kondisi pandemik COVID-19 yang saat ini sedang terjadi, tidak heran apabila pemerintah semakin menggalakkan banyak himbauan kepada masyarakat. Selain edukasi tentang perilaku hidup bersih dan sehat, pemerintah juga telah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mengurangi penularan virus tersebut di masyarakat. Namun, masih ada orang-orang yang mengabaikan himbauan tersebut, dengan pemikiran bahwa virus penyebab COVID-19 tidak akan menyerang mereka – baik muda maupun tua. Selain itu, banyak lansia yang belum sepenuhnya memahami bagaimana penularan COVID-19 maupun bahayanya. Padahal, penyakit ini lebih berbahaya pada individu yang sudah berusia di atas 65 tahun. 

Di sini, kami akan membahas beberapa tantangan yang mungkin ditemui dalam menyampaikan informasi terkait COVID-19 kepada lansia.

Pertama, karena COVID-19 tergolong masih baru dan masih sedikit penelitian yang mengetahui tentang penyakit ini secara mendalam, banyak sekali berita yang tidak jelas kebenaran dan sumbernya. Contohnya, banyak beredar broadcast message berupa saran untuk mengonsumsi makanan tertentu untuk mencegah COVID atau trik untuk mendiagnosis COVID di rumah. Misinformasi atau hoax seperti ini tentunya menimbulkan kebingungan. Sebelum menyampaikan informasi ke lansia, kita perlu memastikan sumber informasi yang dapat dipercaya. Cek kembali informasi yang kita dapatkan dengan sumber yang terpercaya dan pilah kembali mana berita yang bermanfaat dan terpercaya untuk disampaikan kepada lansia.

Kedua, sebagian lansia mungkin menolak mengikuti saran pencegahan seperti social distancing. Mereka telah hidup lebih lama dan telah banyak makan asam garam kehidupan. Mereka mungkin telah melewati banyak kejadian sulit sepanjang hidupnya. Hal ini dapat menjadi alasan bagi lansia untuk sulit menerima informasi baru atau menganggap enteng wabah ini. Sebagian mungkin merasa sudah tua sehingga tidak masalah bila terkena dan meninggal, sebagian lainnya mungkin merasa masih sehat dan tidak akan terkena. Jelaskan bahwa Anda sekeluarga menyayangi beliau dan tidak ingin beliau terinfeksi – sampaikan hal ini – harapan bahwa mereka selalu sehat – sebagai kebutuhan Anda, bukan mereka. Sampaikan pula fakta bahwa wabah COVID-19 ini adalah sesuatu yang belum pernah terjadi selama seabad terakhir, oleh karenanya lebih baik berjaga-jaga untuk mencegahnya.

Ketiga, dinamika dalam keluarga. Terkadang, dinamika hubungan orangtua dengan anak dapat menghalangi seorang lansia menerima informasi. Peran sebagai orangtua ketika anak-anaknya masih kecil menempatkan seseorang dalam posisi yang lebih mengetahui informasi dan bertanggungjawab terhadap anak-anaknya. Terkadang, ketika anak telah dewasa dan orangtua menjadi lansia pun, sulit bagi orangtua untuk menerima bahwa kini mereka bertukar peran; anak-anaknya yang menjaga dirinya. Bila Anda merasa hal ini yang menyulitkan orangtua Anda menerima informasi atau nasihat, coba sampaikan permintaan untuk mereka mengikuti saran pencegahan COVID-19 sebagai kebutuhan Anda, bukan mereka. Misalnya: “Saya khawatir dengan wabah ini dan ingin Mama sehat selalu, supaya terus bisa mendongeng untuk cucu-cucu. Karena itu, saya minta tolong ya Ma, sementara Mama tidak usah bepergian dulu agar terhindar dari COVID-19.” 

Bila dinamika keluarga masih menghalangi Anda menyampaikan informasi, Anda juga dapat mempertimbangkan untuk menyampaikan informasi melalui orang lain yang mungkin lebih didengarkan oleh mereka. Ini tidak harus anggota keluarga lain atau orang seusia mereka. Anda dapat meminta tolong pengurus RT atau pemuka agama yang dekat dengan keluarga Anda untuk menyampaikan informasi kepada mereka. Alternatif lain, Anda dapat menunjukkan artikel atau video edukasi di internet yang disampaikan oleh tokoh masyarakat yang mereka kagumi.

Keempat, adanya gangguan kognitif atau fungsi pikir seperti demensia, yang sering terjadi pada lansia. Hal ini tentunya mempengaruhi kemampuan seorang lansia menerima dan mengingat informasi. Akibatnya, lansia mungkin lupa melakukan tindakan pencegahan seperti mencuci tangan. Demensia juga dapat mengganggu proses komunikasi serta menyebabkan seseorang sulit memahami hubungan sebab-akibat, sehingga sulit memahami alasan mengapa harus meminimalisir bepergian selama wabah ini. 

Bila Anda memiliki anggota keluarga yang mengalami demensia, silakan baca artikel kami tentang ‘Bagaimana cara menyampaikan informasi COVID-19 kepada lansia dengan demensia?’[1] 

  1. Akers, W. (2020). 5 Tips to Help You Talk to Your Older Parents About Social Distancing.Retrieved from https://www.healthline.com/health-news/talking-to-your-parents-about-the-importance-of-social-distancing#2.-Come-from-a-place-of-love-not-control
  2. Alzheimer’s Association. (n.d.) Coronavirus (COVID-19): Tips for Dementia Caregivers. Retrieved from https://www.alz.org/help-support/caregiving/coronavirus-(covid-19)-tips-for-dementia-care

Tentang penulis:

Virginia Geraldine Hanny Prasetya lulus dengan gelar Sarjana Psikologi dari Unika Atma Jaya. Ia saat ini menjadi asisten penelitian dan fasilitator untuk program terapi stimulasi kognitif berkelompok pada lansia yang dilakukan oleh Atma Jaya.




Download e-book Panduan Isolasi Mandiri Perawatan di Rumah bagi Lansia dengan Demensia di masa pandemi COVID-19

Berita Terbaru

Salah Membuat Keputusan pada Demensia
Fri, 06 September 2024